Pengakuan Surya Fachrizal Saat Ditembak Israel (1)

Belum sampai ke pintu, tiba-tiba dia jatuh telentang, lalu memukul-mukulkan tangan kanannya ke lantai kayu seperti menahan sakit yang amat sangat. Karena tak ada yang menolongnya saya langsung mendatanginya. Belum sempat saya menyentuhnya, mendadak seperti ada besi martil menghantam perut saya yang sebelah kanan. Sakitnya luar biasa. Saya langsung jatuh terjerembab dalam posisi berbaring dan menindih kamera pinjaman, Canon EOS 400D semi-pro dengan lensanya cukup besar dan panjang. Saya sempat menyingkirkan benda itu agar bisa berbaring lebih leluasa, karena tiba-tiba nafas menjadi sangat susah.

Terasa ada yang memapah saya masuk ke lobi kecil dekat ruang wartawan. Lalu saya dibaringkan, sesudah itu kesadaran saya timbul tenggelam. Rasanya dingin sekali. Beberapa orang menjepretkan kamera ke arah saya. Kulihat Yasin, jurukamera TVOne, mendekat sambil merekam tapi ia lalu seperti tak tega, dan berhenti merekam. Pelampungku dilepas. Karena melihat nafasku tersengal-sengal seseorang memasangkan masker oksigen. Lumayan lega, tapi rasa sakit di perut makin menghebat, nyeri sekali.

Tak lama kemudian saya digotong turun ke lobi dek 3 yang lebih luas di depan ruang informasi. Bau anyir darah sangat tajam menusuk. Ruangan itu sudah penuh sesak oleh korban yang bergelimpangan dan orang-orang yang berusaha menolong.

Dibantu Mas Dzikrullah dan Abdillah, seorang dokter berkaos IHH, wajahnya seperti orang India, menggunting semua bajuku. Dia ingin memastikan letak luka sumber rasa sakitku. Lalu seorang dokter Malaysia berusaha memasang jarum infus di lenganku. Berkali-kali ditusuknya tanganku.

Akhirnya sesudah infus terpasang, saya digotong dan ditempatkan di salah satu kursi ruang makan yang jadi hall tempat tidur ratusan relawan laki-laki. Oksigen terpasang. Rasanya agak mendingan. Nafasku masih sesak, tapi rasa sakit di perut kanan sudah banyak berkurang. Mungkin ada yang menyuntikkan pain killer. Dr Arief dari MER-C sempat memeriksa luka dan menenangkan saya.

Saat itu saya lihat orang hilir mudik menolong para korban. Tadinya saya tidak tahu, tapi setelah mendengar ada yang membacakan surat Yasin, baru saya sadar, ada sesosok jenazah terbujur di lantai dekat ujung kaki saya. Sesekali orang mengerumuni dan mendoakannya. (bersambung)

Sumber: Republika Online

 

Comments

comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *