Halal Food Festival: Hangatnya Kekeluargaan Muslim Taichung
Jam 11 acara pembukaan dimulai. Seorang ummahat Taiwan berjilbab dan gamis lebar, yang adalah pengurus Masjid, memberi salam dengan mikrofon, dua kali untuk mempertegas, dan seluruh ruangan yang berisi sekitar 50an orang membalas salam dengan syahdu, benar-benar momen yang indah. Sang ummahat memberi penjelasan dalam bahasa mandarin, kemungkinan artinya: acara kita buka pagi ini dengan basmallah. Lalu ada sambutan-sambutan, ada pemberian plakat yang mungkin adalah penghargaan untuk seorang sesepuh yang menjadi pendiri masjid Taichung yang menurut pembicaraan beliau adalah seorang jenderal yang mengawali berdirinya Masjid Taichung.
Setelah itu bener-benar seperti acara keluarga, adalah pembagian doorprize, masing-masing perwakilan keluarga maju ke depan mengambil undian. Semua tersenyum dan tertawa – ada doorprize berisi sabun, ada alat masak, ada juga kipas angin dan banyak lagi. Wajah-wajah sipit tersenyum, berjilbab, maupun tidak juga tersenyum. Di ujung sana wajah coklat dan mata lebar juga tersenyum. Itulah kumpulan warga Indonesia di Taichung -mahasiswa dan pekerja, perwakilan FORMMIT Tengah (Forum Mahasiswa Muslim Indonesia di Taiwan wilayah Tengah) dan IMIT (Ikatan Muslim Indonesia Taichung). Di sela-sela perkumpulan kami, ada canda tawa, ada juga bisnis penjualan kaos (lumayan ada yang berminat dengan kaos FORMMIT), manfaatkan setiap agenda untuk promosi produk FORMMIT.
Selanjutnya setelah ramah tamah dan pembagian undian, serta foto bersama, tibalah waktu untuk bersantap. Inilah momen yang ditunggu-tunggu. Tanpa perlu banyak deskripsi, dua kata saja cukup: Lezat dan Nikmat. Ada rendang dan soto, ada pecel tempe, ada ikan sambal, ada tahu, dan masakan-masakan Taiwan, salad yang lembut dan segar, roti India dan ayam bumbu, nasi briani, pencuci mulut beragam buah dan puding, serta dawet juga es kacang ijo. Terlalu banyak untuk sebuah pesta biasa. Dan memang, ini adalah pesta keluarga besar Muslim Taiwan.
Di sela-sela makan kami mengobrol tentang lezatnya masakan di dunia, tak berlebihan bukan kalau kami bandingkan dengan bagaimana nanti jamuan di akhirat? Dunia yang fana tak mungkin bisa kita nikmati selamanya. Pada akhirnya kita akan kembali, dan kita sendiri yang memilih ke arah mana tempat kita kembali itu. allahumma inna nas aluka ridhooka wal jannah…
Berkemas untuk pulang, kami kumpulkan peralatan yang dibawa dari kampus, piring rendang ludas habis, panci dengan kuah soto masih tersisa cukup banyak. Kemungkinannya: warga taiwan bingung dengan cara makan soto yang seharusnya adalah bihun-ayam-sayur dituang ke mangkok, baru kuah ke atasnya. Namun tak apa, akan menjadi santapan bonus kami di asrama nantinya.
Siang menjelang sore yang cerah itu kami sampai di asrama dengan kondisi 100 persen perbaikan gizi terpenuhi, serta satu pelajaran berarti bahwa Islam adalah keluarga, bahwa ada banyak sekali konsekuensi indah dari bersyahadat. Sayang oh sayang jika kita melewatkannya. Sayang jika kita hanya menjadi ordinary moslem in ordinary world. Kita adalah extraordinary muslim: yang berkeluarga dan saling mencintai karena Allah. Semoga Allah selalu memberi hidayah dan ridho, amin…
Taichung di tengah (katanya) taifun – 06212012
(Ashif Fathnan)