Tidak Berhukum dengan Hukum Allah: Kafir?

Dan nyatanya oleh banyak ulama, makna dan pengertian ayat ini dikomentari dengan pendapat yang berbeda. Mari kita buka kitab-kitab tafsir yang muktabar. Di sana kita akan dapati beragam komentar, antara lain:

  • Diriwayatkan bahwa Ibnu Abbas ra berkata ketika menjawab status kafir bagi orang yang tidak berhukum dengan hukum Allah, sesuaiayat ini, “Kufur yang bukan seperi kufur kepada Allah dan hari akhir.”
  • Dalam lain riwayat disebutkan bahwa Ibnu Abbas berkomentar tentang ayat ini bahwa ada dua hukum yang dikandungnya. Pertama, siapa yang mengingkari kewajiban untuk menjalankan hukum Allah, maka dia kafir. Sedangkan siapa yang tidak mengingkarinya, hanya sekedar tidak mengerjakannya, maka dia fasik dan zhalim.”
  • Ibrahim An-Nakhai sebagaimana diriwayatkan oleh At-Thabari mengatakan bahwa ayat ini turun buat Bani Israil dan Allah merelakannya untuk umat ini untuk menggunakan hukum itu.
  • Al-Hasan mengataan bahwa hukum-hukum Allah itu turun untukYahudi namun buat kita hukumnya wajib.
  • Thawus berkata, “Kufur yang dimaksud bukanlah kufur yang meninggalkan millah (agama).”
  • Atho’ berkomentar tentang maksud kata ‘kufur’ dalam ayat ini, “Kufur yang bukan kekufuran.”

Dan masih banyak lagi silang pendapat tentang pengertian ayat ini. Semuanya benar dan kita mudah saja untuk menarik kesimpulan secara umum.

Pertama, ayat ini memang turun kepada Bani Israil (yahudi), namun ketentuannya berlaku secara umum termasuk umat Islam.

Kedua, sesuai dengan fatwa Ibnu Abbas, kita tidak bisa main vonis bahwa siapa saja yang tinggal di negeri yang tidak menjalankan hukum Islam, boleh diberi vonis kafir. Sebab sangat boleh jadi banyak dari umat Islam yang tetap menginginkan dijalankannya hukum Islam, namun ternyata penguasa tidak mau menjalankannya. Entah karena pemerintahnya bukan muslim, atau muslim tapi tidak paham.

Ketiga, hukum kafir bisa dijatuhkan kepada para penanggung-jawab sebuah negeri, baik lembaga yudikatif, legislatifmau pun eksekutif, apabila secara nyata mereka menolak penerapan seluruh hukum Islam. Sementara kesempatan sudah terbuka lebar.

Namun dalam hal ini, sebelum vonis kafir dikeluarkan, harus ada upaya untuk mempresentasikan hukum-hukum Islam secara terbuka, adil dan objektif kepada mereka. Hingga mereka tahu apa manfaat positif dari hukum Islam itu.

Jangan sampai kita menjatuhkan vonis kepada orang yang tidak tahu permasalahan. Dan untuk mempresentasikannya, memang dibutuhkan waktu, tenaga, metode, pendekatan, diplomasi, sinergi, dan juga energi yang panjang. Tidak boleh setengah-setengah dan kurang tenaga.

Maka bila semua pesan sudah tersampaikan, semua ajakan telah diterima dengan jelas, sejelas matahari bersinar di siang cerah, bolehlah vonis kafir itu dijatuhkan kepada penguasa yang zalim dan menolak mentah-mentah syariah Islam secara 100 persen. Itu pun harus diawali dengan syura umat Islam dari seluruh penjuru negeri.

Adapun pemerintahan yang masih dijabat oleh banyak umat Islam, di mana mereka masih dalam proses untuk melakukan Islamisasi baik lewat jalur internal maupun eksternal, tidak pada tempatnya bila langsung divonis kafir. Sebab semua masih dalam proses, harus ada space untuk sebuah proses.

Wallahu a’lam bishshawab, wasalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc

 

Comments

comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *