Maka , secara syarak Iman bisa diartikan sebagai beriman kepada Alloh, kepada para Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, kepada utusan-utusan Nya, kepada hari Kiamat dan kepada takdir yang baik maupun yang buruk (Rukun Iman)
Secara etimologi Imam al Gozhali dalam kitab Ihya ilumuddin mendefinisikan iman dengan membenarkan dalam hati, diucapkan dengan lisan, diamalkan dengan anggota badan
Hal ini menunjukkan bahwasanya iman menyentuh semua aspek kehidupan dan bisa diukur.
Salah satunya bisa dilihat pada Surat Al Hujurat ayat 15 :
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar.”
Dari ayat ini, dinyatakan bahwa ukuran pertama iman adalah tidak ragu-ragu.
Dalam surat yang sama, ayat 14, dijelaskan:
“Orang-orang Arab Badwi itu berkata: “Kami telah beriman”. Katakanlah (kepada mereka): “Kamu belum beriman, tetapi katakanlah kami telah tunduk”, karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu, dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tiada akan mengurangi sedikitpun (pahala) amalanmu; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”
Dan syarat keimanan adalah iman harus masuk ke hati
Keimanan adalah pokok2 ajaran. Ilmu pengetahuan tak bisa dilepaskan dr keimanan. Keimanan seseorang sangatlah dinamis, begitu mudah untuk turun dan naik. Bagaimana tanda bahwa iman kita menurun? Dapat dilihat dari Fenomena penurunan iman berikut:
1. Shalat tidak berkualitas
2. Enggan untuk melakukan ibadah tambahan
3. Ringan melakukan dosa-dosa kecil
4. Enggan berkumpul dengan komunitas orang beriman
5. Tidak merasa terpanggil kalau ada panggilan bagi orang2 beriman
6. Tersindir dengan ayat2 al Quran
Sederhananya, naiknya keimanan bisa diukur dengan meningkatnya amal ibadah, turunnya iman bisa dinilai dengan meningkatnya kemaksiatan. [Kajian Muslimah Utada; Narasumber : Dewi Wisnu Wardhani]