Konsumsilah lebih banyak ikan ketimbang daging. Sebabnya, ikan kaya akan nutrisi-nutrisi yang akan membuat tubuh tetap prima. Sebut saja omega-3, vitamin D, selenium, dan protein adalah empat serangkai yang saling membutuhkan untuk memberikan khasiatnya pada tubuh. Christine Gerbstadt, MD., RD., juru bicara American Dietetic Association menjelaskan, omega-3 dibutuhkan untuk membantu tubuh menyerap vitamin D. Dan tubuh memerlukan vitamin D untuk melarutkan lemak. Sedangkan selenium dibutuhkan untuk memaksimalkan penyerapan protein, vitamin, dan mineral yang ada di dalam tubuh. Jadi cobalah mulai “bersahabat” dengan ikan.
Rasional lah terhadap kopi. Sebenarnya minuman pekat beraroma kuat ini, bisa menjadi penyelamat. Tapi jika kita salah memperlakukannya maka dia akan berubah menjadi sumber masalah. Apalagi ketika kita menambahkan krim dan gula ke dalam kopi. Ini akan menjadi “roda” penyerapan kafein di dalam tubuh yang akan membuat “tombol” tidur otak di non aktifkan. Maka kita akan terus terjaga meskipun otak tetap merasa butuh istirahat. Belum lagi, krim dan gula akan menghilangkan antioksidan, vitamin, dan mineral yang ada di kopi.
Nikmati olahan kedelai alami untuk menekan risiko kanker payudara. Larry Norton, MD., deputy physician-in-chief untuk program kanker payudara di Memorial Sloan-Kettering Cancer Center, mengamini ketika kita mengonsumsi olahan kedelai seperti tahu tanpa bahan pengawet, maka kita akan memberikan tubuh pelindung dari sel kanker payudara. Tapi ketika kita mengonsumsi olahan kedelai dalam bentuk suplemen atau snack, kita tidak tahu seberapa banyak phytoestrogen yang dimasukkan ke dalamnya. Phytoestrogens adalah zat kimiawi yang ada di dalam kedelai yang fungsinya sama dengan hormon estrogen.
Dan menurut Mark Messina, PhD., profesor dari Departemen Nutrisi Loma Linda University, asupan berlebihan dari phytoestrogen justru memberikan efek yang tidak dapat diprediksi dalam tubuh. Efek terburuk yang dapat terjadi adalah justru menstimulasi pertumbuhan sel yang bisa berujung pada kanker payudara. (Siagian Priska, www.preventionindonesia.com)