Rata-rata mereka tinggal selama 2-4 bulan, namun kadang-kadang lebih lama. Alasannya adalah:
- karena perkaranya sedang dalam proses di pengadilan.
- detainee tidak punya dokumen yang cukup.
- terkait masalah hubungan internasional, di mana ada negara yang memiliki hubungan diplomatik dan ada yang tidak.
- karena ada yang tidak punya identitas kewarganegaraan.
- karena masalah ekonomi dan keuangan, misalnya tidak cukup untuk membeli tiket pulang atau membayar denda.
- karena masalah politis, khususnya bagi yang berkewarganegaraan China.
- terlebih bila mereka terlibat dalam tindak human traficking, maka proses yang diperlukan akan lebih lama lagi.
Berbagai kegiatan bisa dilakukan oleh para detainee. Selain olah raga di luar, mereka juga melakukan kegiatan lain seperti membaca, menonton tv, dll. Bahkan kegiatan kebudayaan juga di hari-hari tertentu, seperti saat festival oleh masyarakat Thailand ataupun Ramadhan bersama dengan NGO atau institusi keagamaan. Satu kegiatan yang baru yang dimulai sejak Agustus ini adalah kegiatan membuat kerajinan tangan. Kegiatan ini dilakukan satu bulan sekali, setiap hari sabtu ketiga.
Para detainee diperbolehkan untuk menerima kunjungan, menelfon atau berkirim surat. Kunjungan bisa dilakukan setiap siang selama 30 menit, sementara telepon bisa dilakukan dengan telepon yang tersedia di dalam ruangan masing-masing. Khusus untuk surat-menyurat, petugas akan melakukan pemeriksaan terlebih dahulu, demi alasan keamanan.
Pihak DC memberikan kesempatan kepada NGO maupun institusi keagamaan untuk berinteraksi dengan para detainee. Salah satu kegiatan yang baru-baru ini dilakukan adalah pemeriksaan kesehatan yang dilakukan oleh sebuah yayasan Tsuchi (Buddha). Sekitar 50 orang meliputi dokter dan perawat datang memberikan layanan kesehatan. Mereka juga memberikan pakaian sekaligus pelayanan konseling. Namun secara reguler, pemeriksaan kesehatan dilakukan dilakukan setiap minggu satu kali. Cek kesehatan meliputi x-ray, pemeriksaan penyakit kelamin, dll. Bila ada komplain, pihak DC juga menyediakan kotak pos.
Menurut petugas, manajemen DC di seluruh Taiwan pada prinsipnya memenuhi standarisasi yang sama. Tetapi masing-masing DC bisa menambahkan sesuatu hal yang dirasa perlu dan memungkinkan.
Dalam rangka memperbaiki kinerja, pihak National Immigration Agency (NIA) berupaya melakukan beberapa aktivitas, antara lain mengundang menteri kehakiman, sehingga memberikan tambahan informasi bagi pihak kehakiman. Dan berdasarkan UU imigrasi yang baru, bagi detainee yang menerima putusan hakim bisa menjalani hukuman lebih ringan setelah dikurangi masa tahanannya di DC. Selain itu, bagi detainee yang tinggal lebih dari 3 bulan, maka pihak DC akan menulis surat kepada NIA agar mempercepat proses perkara. Sedangkan bagi mereka yang tidak punya cukup dana untuk pulang atau membayar denda, maka pihak DC akan memanggil NGO atau institusi keagamaan untuk membantu mereka, atau DC akan meminta NIA untuk menghapuskan denda.
Empat puluh menit kemudian kami melakukan sesi tanya jawab, dan dilanjutkan dengan kunjungan ke ruang detainee. Penempatan detainee di DC laki-laki ini dibagi berdasarkan asal negara. Namun karena dari Indonesia hanya ada 15 detainee, setelah 3 orang berhasil bebas sebelumnya, maka mereka digabung dengan detainee dari negara lain.
Waktu yang diberikan untuk mengunjungi mereka sangat singkat. Beruntung, saya dan rekan dari Filipina diberi kesempatan untuk bertemu dengan detainee dari Indonesia dan Filipina. Tiga orang detainee dari Indonesia tersebut adalah Mas Al, Mas Ag dan Mas Kas. Ketiganya berasal dari Jawa tengah dan bekerja di kapal. Tapi sayang, karena waktu yang diberikan sangat sedikit, sehingga saya hanya sempat ngobrol sedikit dengan mereka.
Mas Ag semula kerja di kapal Hongkong. Tapi bosnya tidak mau mempekerjakan Ag. Dan ketika Ag ingin pindah agensi, agen bilang ok, namun di tengah laut, ia dijemput polisi, dipukul dan dibawa ke DC. Ia tidak mengetahui alasannya, yang ia tahu ia adalah pekerja legal dan punya paspor asli. Namun setelah proses, ia sudah akan bebas dan pulang ke Indonesia tgl 28 September ini. Mas Ag ini mengaku pernah mendiskusikan masalahnya dengan Pak Yunus dan Pak Dedi.
Sementara itu Mas Kas saat itu berada di dalam kapal akan dipindah ke kapal lain. Namun saat menelfon ke konselor, alih-alih terselesaikan masalahnya, Mas Kas berakhir di DC. Menurut mereka, banyak kasus dari teman-teman mereka yang saat ini ada di DC mengalami hal serupa dengan mereka. Padahal mereka masih sanggup kerja di kapal. Dan masalah mereka saat ini adalah kekurangan uang. Beberapa keluarga mereka di Indonesia telah mengetahui keberadaan mereka di DC, dan ingin mengirimkan uang kepada mereka. Hal ini juga sempat ditanyakan oleh mbak-mbak di DC wanita. Namun yang menjadi masalah adalah bagaimana caranya mengirimkan uang kepada mereka. Pertanyaan ini sempat saya tanyakan juga kepada petugas. Menurut mereka, caranya adalah dengan mengirimkan uang kepada rekening teman mereka di taiwan, kemudian teman tersebut mengantarkannya ke DC untuk diserahkan kepada mas-mas dan mbak-mbak tersebut. Masalahnya mereka tidak tahu rekening siapa yang bisa dipakai.
Satu pertanyaan lain dari salah satu dari mereka adalah mengenai sarung atau celana panjang untuk sholat. Namun saya menyarankan untuk meminta kepada petugas saat dia membutuhkannya, karena pada dasarnya petugas tidak melarang mereka untuk melakukan sholat. Hanya saja, petugas tersebut tetap masih beranggapan bahwa sarung, celana panjang maupun mukena merupakan barang yang tidak aman.
Acara selanjutnya adalah mengunjungi DC wanita yang letaknya kurang lebih 10 menit dari lokasi tersebut. Di sana, kami langsung diantar berkeliling ke lokasi para detainee. Mengingat keterbatasan tempat, d tempat ini detainee tidak dibagi berdasarkan negara.
Saya sempat berbincang dengan mbak-mbak dengan dibatasi terali besi. Tiga orang yang saya ajak bicara semuanya dari Jawa Timur. Dan menurut mereka, banyak orang jawa timur yang menghuni DC tersebut. Lagi, satu pertanyaan muncul mengenai rekening untuk mengirimkan uang dari keluarga mereka di Indonesia. Dan kemudian setelah saya berbicara dengan petugas mengenai hal ini, Kepala DC memerintahkan kepada anak buahnya untuk mencatat siapa yang membutuhkan info tersebut dan akan memberitahukan kepada mereka.
Sepertinya masalah pengiriman uang ini tidak disosialisasikan secara menyeluruh paling tidak kepada detainee indonesia, melainkan hanya diberitahukan kepada orang-orang yang membutuhkan. Padahal mungkin masih banyak detainee yang membutuhkan info serupa, namun tidak berani bertanya. Namun untuk hal yang lain mereka menyatakan bahwa petugas memperlakukan mereka dengan baik.
Mereka tampak senang ketika mendengar nama FORMMIT disebut. Ini membuktikan bahwa FORMMIT semakin dekat dengan mereka. Saya berharap, FORMMIT bisa lebih dekat di hati mereka dan bisa memberikan kontribusi lebih banyak untuk meringankan penderitaan mereka. Allahumma Amin.
Akhirnya kami menuju ke Taipei pada pukul 16.39 dan tiba di Taipei dengan selamat. [rita_pawestri]