Islamic Corner Formmit
Assalammualaikum Akhi dan Ukhti Sobat IC di seluruh Taiwan. Jumpa lagi dengan (IC) Islamic Corner, semoga ikhwan dan akhwat sekalian selalu diberi kesehatan dan petunjuk oleh Allah SWT agar kita senantiasa mengikuti jalan kebenaran yaitu Islam yang diajarkan sesuai Al-Quran dan sunnah Rasullullah SAW.
Sudahkah kita mendengar kabar tentang kondisi saudara-saudara kita Etnis Rohingya di Myanmar? Sungguh tatkala melihat video dan berita-berita yang beredar sungguh menyayat hati mimin. Sebagai upaya pencerdasan bagi Sobat IC sekalian, kita akan sedikit memberikan gambaran umum tentang konflik Rohingya yang selama ini terjadi. Atas nama saudara se Aqidah dan kemanusiaan marilah kita sempatkan memperhatikan ulasan berikut dengan seksama.
Pada artikel kali ini FORMMIT Taiwan akan membahas mengenai konflik etnis yang terjadi di negara Myanmar yang menyangkut keselamaran saudara dan saudari muslim yang hidup disana. Negara Myanmar yang dahulu kita kenal sebagai Republik Burma merupakan negara bekas jajahan Inggris dan Jepang yang memperoleh kemerdekaan pada tanggal 4 Januari 1948. Pertama didirikan, bentuk pemerintahan adalah kerajaan namun sekarang berubah menjadi republik. Jumlah penduduk 40 juta jiwa di Myanmar terbagi ke beberapa kelompok etnis yaitu sekitar 68 % etnis Burma, 8.5% Shan, Kayin 6.2%, Kayah 0.4%, Rakhine 4.5%, Cina 0.7%, Mon 2.41%, India 1.3%. Mayoritas penduduk Myanmar beragama Budha Theravada sejumlah 89.4 %, Kristen 4.9%, Muslim 3.9% dan Hindu 0.5% serta lainnya menganut kepercayaan lain. Walaupun berdiri sebagai negara republik, namun pada kenyataannya bangsa ini menerapkan bentuk pemerintahan Junta Militer. Menurut sumber yang didapat, kata ini merujuk ke suatu bentuk pemerintahan diktator militer dimana pemerintahan dipimpin oleh seorang perwira militer yang berpangkat tinggi dan memiliki kekuasaan yang tidak terbatas terhadap suatu negara.
Sejak dikeluarkannya State Law and Order Restoration Council (SLORC) pada tahun 1988 dimana kedudukan elit politik dan militer adalah yang nomor satu, kelompok di luar elit militer tidak dapat lagi berpartisipasi terhadap keamanan nasional. Bahkan Rezim ini mulai menggarap dan merumuskan semacam ideologi propaganda terhadap masyarakat yang dikenal dengan nama ”jalan burma menuju sosialisme”. Meskipun mengklaim sebagai negara sosialis, Myanmar justru bukan terlihat sebagai negara sosialis. Akan tetapi lebih menyerupai pemerintahan fasis di Jerman dimana segala sesuatu dikomandani oleh satu kelompok saja yakni kelompok militer. Kemudian karena faktor keragaman budaya, etnis dan agama yang terdapat di negara Myanmar, menyebabkan mereka menginginkan burmanisasi yaitu pemerintahan yang hanya didominasi oleh etnis Burma. Etnis Burma yang sering disebut Bamar merupakan etnis mayoritas di Myanmar diantara etnis minoritas. Kepemimpinan junta militer yang sewenang-wenang terhadap etnis minoritas menyisakan kisah yang tragis. Hal inilah yang memicu pertikaian dan perlawanan fisik terhadap militer oleh masyarakat minoritas dan tentunya berdampak terhadap saudara muslim Myanmar yang hidup sebagai minoritas.
Minoritas muslim Myanmar sebagian besar berasal dari etnis Rohingya. Etnis ini tinggal di negara bagian Rakhine Utara (sebelumnya dikenal sebagai arakan), sebuah desa di pesisir Myanmar. Menurut data yang didapatkan dari Menteri Imigrasi dan Kependudukan Myanmar, ada sekitar 1,33 juta orang Rohingya di Myanmar. Mungkin sebagian dari kita bertanya-tanya mengapa etnis Rohingyalah yang begitu mendapat tekanan dan penyiksaan dari pemerintah Myanmar. Ada beberapa alasan yang kami rangkum berdasarkan sumber yang kami dapat, diantaranya :
- Dikarenakan sebagian besar etnis Rohingya merupakan keturunan bangsa Arab, Moor, Pathan, Moghul, Beghali (Bangladesh) dan beberapa orang Indo-Mongoloid, sehingga Myanmar tidak mengakui etnis Rohingya sebagai warga negara mereka dan salah satu dari etnis Myanmar.
- Dikeluarkannya undang-undang oleh pemerintah Myanmar pada Tahun 1982 tentang pengakuan etnis apabila mereka memiliki dokumen yang menunjukkan bukti bahwa nenek moyang mereka hidup di Myanmar sebelum Tahun 1823. Sementara para etnis Rohingya tidak memiliki dokumentasi yang dapat menunjukkan bahwa leluhur mereka telah tinggal dan hidup sejak ratusan tahun yang lalu.
- Spekulasi Myanmar sebagai “Anti Islam”. Bukan hanya spekulasi, pasalnya jauh sebelum dan pasca kemerdekaan Myanmar, yakni pada tahun 1784 dan setelahnya, orang-orang mayoritas Burma menduduki arakan dan melakukan penindasan dan perbuatan semena-mena terhadap muslim Rohingya. Islam bukan dianggap sebagai agama asli etnis mereka, melainkan bawaan dari Bangladesh. Bahkan Biksu Rakhine dengan dukungan dari Junta militer melakukan penyebaran pamflet bertuliskan “Anti Muslim” kepada etnis Rohingya. Bukan hanya perlakuan sewenang-wenang yang mereka dapatkan, beberapa tempat tinggal dan mesjid dibakar, para wanita mengalami pemerkosaan bahkan sampai pembunuhan warga muslim secara sadis.
Yang lebih menyayat hati, baru-baru ini Militer dikabarkan mengerahkan seluruh alat, termasuk helikopter untuk menyerang warga di desa-desa di Rakhine. Menurut Laporan WHO mengabarkan, lebih dari 80.000 anak usia di bawah lima tahun yang berada di pengungsian di Bangladesh berada dalam kondisi kelaparan. Mereka telah merampas hak asasi semua warga muslim Rohingya bahkan sebagian besar dari mereka dibunuh karena upaya menjaga budaya dan kepercayaan muslim . Innalillahi wainna ilaihirojiun.
Lantas, bagaimana dunia Internasional menanggapi kejadian ini? Awal september 2017, Presiden Turki Tayyip Erdogan menyampaikan bahwa kematian lebih dari 400 warga Rohingya di Myanmar selama sepekan terakhir merupakan genosida yang ditujukan terhadap warga muslim di daerah tersebut. Beliau juga menyampaikan bahwa ini merupakan genosida yang dibungkus rapi dalam pemerintahan demokrasi dan bagian dari rencana pembunuhan masal. Beliau menegaskan bahwa pemerintah Turki akan mengambil sikap terhadap kasus ini dan akan menyampaikan isu ini secara rinci pada Sidang PBB 12 September mendatang. Negara-negara ASEAN sendiri termasuk Indonesia telah mengeluarkan kecaman keras terhadap aksi kekerasan ini. Sejumlah masyarakat dari penjuru dunia juga bergotong-royong memberikan bantuan dan aksi simpati. Menurut sumber yang didapatkan dari salah satu media Indonesia, komisioner KOMNAS HAM, Maneger Nasution mengatakan bahwasanya pihak Indonesia dapat berperan dalam pengaduan negara Myanmar kepada Dewan HAM PBB. Pihaknya juga menambahkan bahwa Indonesia dibantu komunitas regional dan internasional juga dapat mendesak agar hadiah Nobel Perdamaian yang diberikan kepada pemimpin de facto Aung San Suu Kyi, dicabut. Suu Kyi sendiri dulunya pernah mendapat dukungan dunia Internasional setelah dirinya mendapat tindasan dari Junta Militer, namun entah mengapa setelah partainya mendapat suara dominasi tertinggi, beliau justru seakan diam saja dalam menanggapi kekerasan terhadap minoritas muslim Rohingya. Kami sebagai saudara muslim dan warga negara yang menentang keras penindasan dan perampasan hak asasi manusia, berharap negara-negara di seluruh dunia dapat menyeret kasus Myanmar ini ke meja Mahkamah Internasional sebagai kejahatan tidak berperikemanusiaan. Dan harapan terakhir agar Allah Subhanallahu Ta’alah selalu menjaga kedamaian umat muslim di seluruh dunia sehingga tidak terulang lagi kasus diskriminasi terhadap etnis muslim, mengokohkan tali persaudaraan dan menguatkan hati dan raga dalam berjuang di jalan-Nya.
Oleh karena itu tak lupa kami sampaikan bahwa Formmit juga memfasilitasi bagi kawan-kawan yang ingin bershodaqoh bagi kawan-kawan Rohingya di pengungsian melalui rekening atas nama:
Siswoko Adi Saputro
Post Office Bank (700) 00019070170064
Konfirmasi:
Siswoko Adi Saputro
(Ka.Dept Pelayanan Sosial dan ZIS – Formmit Taiwan)
Line : koko.ide
+886986465026
Paling lambat 30 Sept 2017
Pkl 23.59 waktu Taipei
Sekian wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Salam,
Dept. Kastrat – Formmit
Penyusun : Ika Qutsiati Utami
Editor : Ainun Indra
02/09/17
Sumber :
Bambang Cipto, “Hubungan Internasional di Asia Tenggara. Teropong terhadap dinamika, realitas dan masa depan”, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2010).
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/135556-T%2017978-peran%20UNHCR-tijauan%20literatur.pdf.
http://repository.uinjkt.ac.id/space/bitstream/123456789/21646/1/NURMALA%20SARIFAH.pdf
Alfi Revolusi et al, ”Faktor-faktor penyebab konflik etnis Rakhine dan Rohingnya di Myanmar tahun 2012”. Artikel Ilmiah.
Anna Yulia Hartati, “Study Eksistensi Rohingnya di Tengah Tekanan Pemerintah Myanmar” jurnal hubungan internasional. Vol.2 no. 1/ April 2013.
https://www.rappler.com/indonesia/data-dan-fakta/153228-siapa-rohingya-mengapa-termarjinalkan
https://id.wikipedia.org/wiki/Junta_militer
http://www.viva.co.id/indepth/fokus/951050-konflik-rohingya-di-myanmar-membara-lagi
http://internasional.republika.co.id/berita/internasional/global/17/09/02/ovm9q9384-erdogan-sebut-pembunuhan-etnis-rohingya-di-myanmar-genosida