Sesungguhnya, setiap Muslim hendaknya menyeimbangkan antara kehidupan duniawi dan ukhrawi. Allah SWT berfirman, “Dan, carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (Alqashash: 77).
Ayat di atas merupakan nasihat Nabi Musa terhadap Qarun, seorang kaya raya pada zaman Nabi Musa. Allah telah memberinya harta yang berlimpah ruah sehingga dibutuhkan beberapa orang kuat untuk mengangkat kunci-kunci gudang hartanya (QS Alqashash: 76). Namun, kekayaannya itu malah menjauhkan dirinya dari Allah. Ia sombong seraya menyatakan bahwa kekayaannya tersebut merupakan hasil kepandaiannya. Ia menyangka bahwa Allah memberinya segala kekayaan tersebut karena Allah mengetahui bahwa dia adalah pemilik harta tersebut (QS Alqashash: 78).
Nasihat di atas berseru kepada umat manusia untuk mencari kehidupan akhirat (surga) dengan menggunakan segala nikmat yang Allah berikan, baik berupa harta, waktu luang, masa muda, kesehatan, maupun umur yang panjang.
Dunia merupakan ladang akhirat. Siapa yang menanam kebaikan akan memanen kebaikan pula. Namun, Allah juga mengingatkan untuk tidak melalaikan kehidupan duniawi, seperti makan, minum, bekerja, dan memberi nafkah keluarga.
Ibnu Umar mengungkapkan, “Bekerja keraslah untuk duniamu seakan-akan kamu hidup selamanya dan berbuatlah untuk akhiratmu seakan-akan kamu meninggal esok hari.” Wallahu a’lam.
Sumber: Republika Online