Kerjasama FORMMIT dan TAHR atasi permasalahan BMI

Tujuannya sudah jelas, yakni hendak menciptakan kontrol dan keterikatan terhadap para pekerja. Padahal dalam UU Ketenagakerjaan Taiwan (Labour Standard Law & Employment Service Act) pada Pasal 54, ayat 8 (Employment Service Act) jelas dinyatakan bahwa “Majikan tidak pernah diizinkan secara illegal menahan dokumen seperti paspor atau kartu identitas (ARC) atau barang-barang lain milik pekerja asing.

Sanksinya adalah pencabutan izin mempekerjakan pekerja asing oleh majikan tersebut.“ Walaupun ada kesepakatan antara majikan dan pekerja dalam pemegangan paspor dan kartu identitas lainnya oleh majikan,namun jika pekerj memintanya maka majikan harus segera memberikannya. Namun yang berlaku secara umum adalah agensi dan/majikan tetap menjadi pihak yang memegang “nyawa” pekerja tersebut. Akibatnya, ketika sebuah permasalahan terjadi dan tidak ada win-win solution yang dapat ditempuh antara pekerja-majikan dan agensi, banyak pekerja migrant yang (terpaksa) memutuskan “kabur” dan  mau tidak mau menjadi pekerja illegal di Taiwan.

Masalah seperti ini selanjutnya akan hadirkan permasalah baru, ketika para pekerja illegal tertangkap dan dirumahkan di DC (detention center). Mereka yang seharusnya bisa segera dipulangkan ke Indonesia –jika tidak terlibat kasus pidana ataupun perdata–  jadi terlunta-lunta di bui penantian, karena tidak lengkapnya dokumen perjalanan untuk bisa kembali ke Tanah Air. Tak jarang lebih dari enam bulan mereka menunggu tanpa kepastian, kapan bisa dipulangkan. “Inipun sebenarnya juga bukan masalah yang besar,” Keira dari TAHR menambahkan disela-sela diskusi tersebut. “Ada dua cara yang dapat ditempuh, yakni petugas DC Taiwan segera membantu detainee untuk mengurus dokumen baru ke kantor kedutaan atau kantor perwakilan Negara detainee bersangkutan.

Namun banyak petugas yang tidak mensegerakan tugas ini, dengan alasan sibuk. Akibatnya, detainee jadi tertelantarkan. Atau petugas dari kedutaan/kantor perwakilan yang bersangkutan yang datang langsung ke DC dan menawarkan bantuan pengurusan surat dokumentasi perjalanan yang baru. ”

Mungkin sebenarnya permasalahan seperti ini bisa sedikit diminimalisir, dengan pihak bersangkutan (seperti KDEI dalam kasus Indonesia), meluangkan waktu ke DC untuk membantu para detainee mengurus surat-surat dokumen mereka yang baru. Tentunya pihak KDEI juga memiliki banyak kesibukan, namun merutinkan kegiatan ini dua atau tiga bulan sekali tampaknya akan sangat membantu para detainee yang terkendala kasus dokumentasi perjalan.

Seiring berhentinya hujan yang membahasahi Mesjid Longkang, berakhir pula diskusi pada sore itu. Semoga kedepannya FORMMIT bisa berbuat lebih banyak dan lebih nyata lagi untuk semua, karena kalau bukan kita, siapa lagi? [kmit/formmit/yuherina]

sumber : www.kmitw.org

Comments

comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *