Imam Ghazali : “Apa yang paling jauh dari kita di dunia ini?”
Murid 1 : “Negeri Cina”
Murid 2 : “Bulan”
Murid 3 : “Matahari”
Murid 4 : “Bintang-bintang”
Iman Ghazali “Semua jawaban itu benar. Tetapi yang paling benar adalah MASA LALU. Bagaimana pun kita, apa pun kendaraan kita, tetap kita tidak akan dapat kembali ke masa yang lalu. Oleh sebab itu kita harus menjaga hari ini, hari esok dan hari-hari yang akan datang dengan perbuatan yang sesuai dengan ajaran agama”.
Iman Ghazali : “Apa yang paling besar di dunia ini?”
Murid 1 : “Gunung”
Murid 2 : “Matahari”
Murid 3 : “Bumi”
Imam Ghazali : “Semua jawaban itu benar, tapi yang besar sekali adalah HAWA NAFSU (Surah Al A’raf: 179). Maka kita harus hati-hati dengan nafsu kita, jangan sampai nafsu kita membawa ke neraka.”
Imam Ghazali : “Apa yang paling berat di dunia?”
Murid 1 : “Baja”
Murid 2 : “Besi”
Murid 3 : “Gajah”
Imam Ghazali : “Semua itu benar, tapi yang paling berat adalah MEMEGANG AMANAH (Surah Al-Azab : 72 ). Tumbuh-tumbuhan, binatang, gunung, dan malaikat semua tidak mampu ketika Allah SWT meminta mereka menjadi khalifah pemimpin) di dunia ini. Tetapi manusia dengan sombongnya berebut-rebut menyanggupi permintaan Allah SWT sehingga banyak manusia masuk ke neraka kerana gagal memegang amanah.”
Setiap manusia yang lahir ke muka bumi ini tanpa harus diukur maupun ditimbang kadarnya, secara alamiah telah memikul yang namanya amanah. Tidak ada manusia yang ‘bebas tugas’ dengan hanya meminta hak-haknya tanpa melakukan kewajiban (amanah).
Amanah dapat diartikan sebagai sesuatu yang dititipkan, yang dalam hal ini berkaitan dengan hak Allah. Amanah adalah urusan yang besar yang seluruh semesta menolaknya dan hanya manusialah yang diberikan kesiapan untuk menerima dan memikulnya. Mengapa manusia? Karena manusia memiliki hati, akal dan ruhiyah, yang menjadi elemen utama dalam pengembanan amanah ini, dimana erat kaitannya dengan iman seseorang, karena amanah adalah tuntutan iman. Dalam sebuah hadist dikatakan, “Tidak ada keimanan bagi orang yang tidak memiliki amanah, dan tidak ada agama bagi orang yang tidak pandai memeliharanya” (HR Imam Ahmad bin Hambal).
Selain sebagai pemenuhan hak Allah, amanah dalam pandangan Al-Quran bertujuan untuk menciptakan kerjasama yang baik antar sesama, kunci kemakmuran dan kejayaan suatu bangsa serta perekat sosial yang mampu membentuk solidaritas dari jaringan untuk mencapai high-trust society.
Mengacu pada piramida kehidupan (individu-keluarga-masyarakat-negara-kumpulan Negara), amanah manusiapun memiliki tingkatannya. Yang pertama yakni amanah fitrah, amanah yang berhubungan dengan fitrah manusia yang cenderung kepada tauhid, kebenaran, dan kebaikan. Kedua amanah yang berkaitan dengan keindahan Islam, dimana setiap muslim mendapat amanah untuk menampilkan kebaikan dan kebenaran Islam dalam dirinya. Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa yang menggariskan sunnah yang baik maka dia mendapatkan pahalanya dan pahala orang-orang rang yang mengikutinya tanpa mengurangi pahalanya sedikit pun.” (Hadits shahih)
Ketiga, amanah dakwah. Selain melaksanakan ajaran Islam, seorang muslim memikul amanah untuk mendakwahkan (menyeru) manusia kepada Islam. Seorang muslim bukanlah orang yang merasa puas dengan keshalihan dirinya sendiri. Ia akan terus berusaha untuk menyebarkan hidayah Allah kepada segenap manusia. Amanah ini tertuang dalam ayat-Nya: “Serulah ke jalan Rabbmu dengan hikmah dan nasihat yang baik.” (An-Nahl: 125)
Keempat, amanah untuk mengukuhkan kalimatullah di muka bumi. Tujuannya agar manusia tunduk hanya kepada Allah swt. dalam segala aspek kehidupannya. Tentang amanah yang satu ini, Allah swt. menegaskan: “Allah telah mensyariatkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wahyukan kepada Ibrahim, Musa, dan Isa, yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kalian berpecah-belah tentangnya.” (Asy-Syura: 13)
Kelima, amanah untuk mendalami agama. Untuk dapat menunaikan kewajiban, seorang muslim haruslah memahami Islam. Bagaimana dia bisa menunaikan fitrahnya untuk menjadi manusia baik dan benar, bisa menunjukkan keindahan Islam apalagi untuk menyeru kepada orang lain untuk lebih dekat dengan Islam jika dia tidak memiliki ilmu. Al Qur’an pun menerangkan: “Tidaklah sepatutnya bagi orang-orang yang beriman itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama.” (At-Taubah: 122)
Bersamamu, langkah ini terasa begitu ringan, hati ini sungguh terceriakan
Secara teori, ada 3 modal utama bagi manusia dalam meraih kesuksessan, yakni economic capital, symbolic capital dan cultural capital. Economic capital berhubungan dengan materi yang dimilikinya, symbolic capital terkait dengan reputasi dan kedudukannya di masyarakat serta cultural capital berhubungan dengan latar belakang serta pendidikan seseorang. Dan karena tujuan hidup kita, sebagai muslim bukanlah semata-mata hanya kesuksesan dunia, namun juga kesuksesan di akhirat, maka perlu kiranya menambahkan satu lagi capital yang kita butuhkan yakni faith capital, alias modal keimanan.
Modal keimanan sangat dibutuhkan, sebagai bekal bagi kita semua untuk menjalankan amanah-amanah yang telah dipercayakan kepada kita, manusia. Salah satu cara menambah modal keimanan adalah dengan membangun ilmu dan pengetahuan serta berbagi pengalaman dengan manusia lainnya, dalam jamaah. Melebur dalam sebuah ikatan persaudaraan, jadikan kita lebih kuat dan bisa saling mengdukung satu sama lainnya. Bercampur dan bergaul dengan orang banyak merupakan cara yang dicontohkan oleh Rasulullah s.a.w. serta para Nabi Iain-lain shalawatullah wa salamuhu ‘alaihim, begitu juga dilakukan oleh para khulafa’ ur rasyidin dan orang-orang yang sesudah mereka, yaitu dari golongan para sahabat serta para tabi’in dan pula orang-orang yang sesudah mereka dari golongan alim-ulama kaum Muslimin dan orang-orang yang pilihan di antara mereka. Dalam beribadah secara sempit pun ada hukum yang secara langsung berkaitan dengan jamaah, seperti shalat, puasa Ramadhan dan ibadah haji.
Rasulullah menasehati tentang pentingnya berkumpul/berjama’ah dengan nasehat yang berbunyi, “Sesungguhnya serigala akan memangsa kambing yang terpisah dari rombongannya.” Dalam hal ini syetan akan lebih mudah menghancurkan orang yang sendiri, tanpa jama’ahnya. Sementara syetan tidak akan pernah istirahat dalam upaya mengajak manusia ke jalan yang tidak diridhai, “Kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur.” Al A’raf ayat 17
Amanah dan Peta Kehidupan
Berikut beberapa langkah yang dapat kita lakukan agar mampu menjalankan amanah dengan sebaik-baiknya, khususnya dalam kelompok:
1. Menyiapkan ruh, yakni menyiapkan diri kita pada hal-hal yang mendekatkan kita pada Allah SWT. Kunci dari kesiapan ini adalah
penjagaan amalan yaumiyah kita, dan pemaknaan diri kita pada tanggung jawab kita sebagai muslim/ah secara utuh. Hidayah Allah berupa azzam yang kuat akan senantiasa tumbuh melalui penjagaan dan upaya yang sungguh-
sungguh untuk menyiapkan diri pada segala kondisi;
2. Kelapangan hati untuk bekerjasama dengan muslim dan muslimah lainnya. Allah akan menguji kita dengan segala kenikmatan dunia, kesibukan pekerjaan atau mungkin kegiatan-kegiatan yang tidak ada hubungannya dengan dakwah. Oleh karena itu seyogyanya kesiapan ini dibarengi dengan penjagaan prioritas waktu untuk beramal dan berbuat untuk diri sendiri-keluarga serta masyarakat.
3. Kesiap-siagaan diri dalam berkontribusi secara langsung. Ini berhubungan dengan keyakinan diri kita atas apa yang kita lakukan. Terkadang merasa lemah dan enggan berbuat ketika target yang sudah direncakan tidak tercapai. Menyikapi hal ini, perlu kiranya kita pahami bahwa amanah yang diembankan pada kita adalah untuk terus bergerak dan berupaya maksimal. Menganai hasilnya, Dial ah yang akan menentukan. Bisa disimak dari surat Al Anfal ayat 17 berikut “Maka sebanarnya bukan kamu yang membunuh mereka, melainkan Allah yang membunuh mereka dan bukan engkau yang melemparkan ketika engkau melempar, tetapi Allah yang melempar. Allah berbuat demikian untuk membinasakan mereka dan untuk memberi kemenangan kepada orang-orang mukmin dengan kemenangan yang baik. Sungguh Allah Maha Mendengar, Maha mengetahui.” Bahwasanya Allah akan memberikan kemenangan yang baik dan Allah akan menguatkan diri hamba-hambaNYA utnuk melalui segala ujian dan hambatan tersebut.
4. Pantang untuk mundur. Jalan ini memang tidak ada pintu keluar, kecuali berbelok untuk siasat dan strategi selanjutnya. Jadi salah satu kesiapan kita adalah menyiapkan segala strategi, bertahan dan bersabar ketika Allah memberikan tantangan-tantangan yang dapat mendewasakan diri kita
5. Tidak bermaksiat. Bagaimanapun perjuangan kita adalah perjuangan yang menuntut keistiqomahan, keteguhan dan kesabaran. Ketika kita melakukan maksiat atau tidak menjaga diri dari maksiat maka satu maksiat akan sangat berpengaruh pada aktifitas-aktifitas lainnya .
Semoga, kita bisa menjadi orang yang amanah layaknya doa Rasulullah berikut, “Aku memohon kepada Allah SWT agar Ia terus menjaga agama engkau, amanah dan akhir amalan engkau”. (HR Imam Tirmidzi). Amiin ya rabbal’alamin ^^. (dari berbagai sumber)