Menyatukan orang berbasis imaniyah lebih mudah dibanding menyatukan orang dengan berbasis amaliyah. Allah tuhan kita, nabi Muhammad adalah utusan Allah, dan Al Qur’an adalah kitab kita. Dengan itulah kita lebih bisa bersatu. Perbedaan tidak akan pernah menyatu kalau kita terus menerus mengurusi perbedaan amaliyah (perbuatan) masing masing orang. Misalnya mengenai cara wudhu saja, pasti kita melihat orang lain melakukan hal yang berbeda dengan yang kita lakukan. Jangan sampai hal tersebut menjadikan perpecahan ummat.
Adanya perbedaan dalam hal amaliyah merupakan karunia Allah. Manusia dikaruniai akal untuk berpikir. Berpikir terhadap ayat ayat yang Allah telah turunkan, juga hadist hadist yang telah Rasul sampaikan. Perbedaan bukan berarti kesalahan, karena tiap orang mempunyai pemahaman sendiri sendiri dalam menfasirkan, dan tentunya tujuan mereka melakukan amaliyah tersebut adalah sama sama untuk mengharap ridho Allah dan juga menggunakan dasar yang benar yang mungkin kita belum tahu. Sehingga kita merasakannya sebagai suatu perbedaan.
Perbedaan berasal dari cara pandang, dan cara pandang bisa dimulai dari kebiasaan sejak kecil. Bagaimana kita dididik sejak kecil dan bagaiman lingkungan sekitar kita tinggal.
Oleh karena itulah, sebaikanya kita menjadikan imaniyah sebagai pijakan kita untuk bersatu bersama. Jangan menjadikan amaliyah sebagai pijakan untuk bersatu. Kemudian, ikhlaskan hati kita menerima perbedaan yang ada.
Dalam penutup cermahnya beliau menuturkan nasehat kepada kita sebagai pelajar. Ibadah harus diartikan secara luas agar tidak terpatahkan oleh pemahaman yang tidak benar. Belajarlah sungguh sungguh di bidang kita, dan Alangkah bermanfaatnya kalau kita bisa melakukan pendekatan riset yang kita lakukan sesuai dengan penafsiran yang ada di Al Qur’an, dan membagikan ilmu itu kepada ummat islam di dunia.
Wallahua’lam bisshowab..[-yHieL-]