Berdzikir Lewat Kesalahan di Masa Lalu

 

Selasa siang (11 september 2012) kira-kira pukul 13.30

Kami, tim SPM (Syiar dan Pelayanan Masyarakat) FORMMIT, memang diberitahukan akan adanya kunjungan (biasanya ke DC-detention center.red) dari pihak Masjid Besar Taipei. Memang sudah terbiasa dari pihak masjid menghubungi orang-orang terutama mahasiswa Indonesia untuk menemani mereka, karena warga Indonesia yang tertangkap biasanya cukup banyak.

Sembari menunggu keberangkatan, kami pun menyiapkan apa-apa yang akan diberikan, saat itu kami membawa beberapa puluh majalah Salam berbagai edisi. Di dalam tiap-tiap majalah salam, tak lupa kami  pun menyisipkan kartu nama SPM. Begitu selesai, barang-barang kami pun dimasukkan ke mobil dan kami bersiap-siap berangkat.

Namun, ternyata, bukan DC yang menjadi tujuan kami, melainkan Taipei Prison, Agency of Corrections, Ministry of Justice. Ya, penjara bagi para pelaku kriminal. Tentu bagi kami, tim SPM, yang berangkat saat itu, menjadikan hari ini menjadi sebuah pengalaman baru. Dan kami menyadari hal ini saat berada di dalam gerbang masuk. Tentu saja, yang namanya penjara, penjagaannya ekstra ketat, dan pintunya pun berlapis-lapis.

Kami tidak diperkenankan membawa barang elektronik, dompet dan segala macam yang bisa dibawa-bawa. Jadi semua barang kami disimpan di tempat penitipan. Selepas melewati pintu gerbang utama, kami dibawa menyusuri sebuah taman yang cukup luas dan gedung-gedung yang kalau diperhatikan sekilas mirip dengan kondisi rumah sakit di Indonesia.

Selama kami menyusuri jalan sekitar taman yang luas dan bersih itu, kami melewati beberapa kerumunan tahanan yang kelihatannya juga tengah dalam perjalanan. Hampir semua tahanan dalam keadaan tercukur pendek alias hampir botak. Beberapa dari mereka menatap ke arah kami, mereka mungkin bertanya-tanya tentang kedatangan kami. Ada yang terlihat sedang mengepel lantai, ada juga yang terlihat sedang berbicara dengan petugas penjara.

Kami akhirnya tiba di ruangan semacam aula yang dipenuhi puluhan kursi yang sudah terisi di bagian depannya. Mereka yang duduk di sana adalah tahanan yang beragama Islam. Kami menyambangi mereka, menyalaminya satu per satu. Raut wajah mereka terlihat begitu lega dan sumringah melihat kedatangan kami serombongan. Untuk warga Indonesia yang muslim saat itu ada sekitar enam belas orang. Sisanya terdiri dari berbagai negara, ada India, Malaysia, Maroko, Negara-negara pecahan Rusia, dan warga Taiwan lokal yang muslim.

Lalu kami pun memulai acaranya. Setelah sambutan dari pihak Masjid, kami memanfaatkan momen saat itu untuk memotivasi mereka semua. Karena menyiapkan bahan materi dengan bahasa Indonesia, akhirnya kami meminta tolong kepada salah seorang tahanan untuk menjadi penerjemah. Isi motivasi saat itu kurang lebih menekankan tentang hakikat bersabar dan bersyukur dalam setiap keadaan. Ada Allah yang akan menjadi penolong manakala kita bersabar.

Setelah sesi materi, kami pun bercengkerama dengan para tahanan, terutama yang berasal dari Indonesia. Rata-rata sebab mereka masuk ke dalam penjara adalah tindakan kriminal yang cukup berat, ada pembunuhan, penjualan senjata, obat terlarang, penipuan. Vonisannya pun rata-rata belasan tahun, ada 13, 14, ada juga bahkan 20 tahun.

Ada beberapa keinginan yang terlontar dari tahanan-tahanan itu, di antaranya adalah permintaan disediakannya Al-Qur’an dan terjemahan, tasbih, dan kunjungan rutin dari warga Indonesia lain, dalam hal ini mungkin pejabat terkait (KDEI.red). Mereka mengakui bahwa mereka betul-betul butuh acara-acara semacam ini. Mereka senang sekali diajak bercengkerama, ini bisa memotivasi mereka. Salah satu di antara mereka bahkan menyatakan sudah kapok dan tidak akan mengulanginya lagi, sebab umur pun terbuang sia-sia hanya karena tindakan kriminal.

Waktu pun akhirnya memisahkan antara kami dan para tahanan. Kami pun berpamitan kepada mereka semua. Dalam perjalanan dari aula menuju gerbang depan kami berpapasan dengan salah satu tahanan yang tadi sempat ada di dalam kemudian dipanggil keluar. Dia bicara tentang keberadaan muslim di dalam sini. Ia berasal dari Maroko, dan memohon kepada pihak masjid untuk memberitahu temannya yang ada di masjid agar mengunjunginya. Ia juga berkata kurang lebih begini, “Tolong kami, setidaknya datanglah rutin ke sini. Saudara-saudara Muslim lain sebagian besar tidak melaksanakan syariat. Mereka tidak shalat, tidak shaum. Apa jadinya jika seorang Muslim meninggal di sini dan dia tidak mengerjakan shalat? Padahal shalat adalah amalan pertama yang dihisab. Tentu ia akan masuk Jahannam! Tolong kami, kunjungi kami secara rutin. Aku mohon.”

Kata-kata terakhir dari saudara Muslim Maroko mungkin cukup bisa menggambarkan keadaan yang ada. Jika pemerintah Taiwan sudah menggunakan istilah ‘agent of corrections’ untuk penjara, maka dalam kacamata Islam, ini tak ubahnya sebagai model proses pertaubatan. Rasulullah saw. seringkali dalam beberapa riwayat membuat tempat karantina yang fungsinya sebagai tempat pembelajaran agar seseorang berubah. Untuk kasus di dalam penjara yang kami temui, bagaimana caranya agar para tahanan Muslim di dalam sana bisa berubah menjadi lebih baik? Apakah ini hanya jadi tanggung jawab pemerintah Taiwan? Inilah tugas kita sebagai saudara seiman, agar mereka bisa terus terbimbing dan termotivasi untuk jadi seorang Muslim yang lebih baik dari hari ke hari. [Tim SPM]

 

Comments

comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *