Hasil dari propaganda Israel terhadap masyarakat Palestina itu diungkapkan Edward Said dengan mengutip jajak pendapat yang dilakukan Komite Antidiskriminasi Arab-Amerika. Dari jajak pendapat itu terungkap bahwa mayoritas responden menganggap Israel sebagai panglima demokrasi. Namun demikian, 73 persen dari responden menyetujui adanya negara Palestina.
Satu hal yang dinilai Edward Said mengherankan adalah jawaban mayoritas responden saat ditanya soal persepsi mereka terhadap Palestina. Mereka tetap memberikan citra negatif terhadap Palestina. Kebanyakan responden menganggap Palestina sebagai pihak yang agresif, tidak mau kompromi, dan musuh mereka. Mayoritas responden juga percaya bahwa Palestina sebagai pihak yang mengganggu perdamaian.
Holocaust dan ‘kesulitan’ yang kini dihadapi Israel menjadi pesan yang sangat dominan dalam proses propaganda. Tidak hanya melalui berita di media massa, isu holocaust juga terus dipelihara melalui museum dan monumen yang dijadikan simbol penderitaan warga Yahudi. Bom bunuh diri maupun ledakan roket di permukiman warga Yahudi juga terus dieksploitasi untuk menunjukkan bahwa warga Israel sedang berada dalam posisi menderita.
Paul Craig Roberts dalam artikelnya yang berjudul Jimmy Carter Spekas Thruth to Propaganda mencatat bahwa Israel telah berhasil mencuci otak warga Amerika lewat propagandanya. Menurut Paul, sedikitnya 90 persen warga Amerika yang mengamati konflik di Palestina mendapatkan sumber informasi dari jalur propaganda Israel. Dari data ini dia menyimpulkan bahwa Israel sudah berhasil mengontrol arus informasi. Kekuatan lobi pun sudah berhasil menjadikan setiap pihak yang mengritik Israel sebagai kalangan yang antisemit yang hendak menghadirkan holocaust kedua. (bersambung)
Sumber: Republika Online